Mendalang Menjaga Marwah Leluhur


Wicaksandita


Wayang secara esensial merupakan pergelaran kesenian sebagai media pencerahan pada masyarakat. Kesenian wayang kulit mengambil cerita epos terkenal Mahabrata dan Ramayana. Di Bali wayang sebagai kesenian wali saat upacara dilangsungkan. Peran dalang motor cerita yang disajikan kepada penikmatnya. Seiring perkembangan wayang digempur hiburan lain membuat dalang melakukan inovatif dan kreativitas menyuguhkan lebih aktraktif. Marwah wayang kulit kembali diminati penikmatnya, seperti yang dilakukan wayang cengblonk. Sentilan yang diselipkan penuh tawa setiap kehadirannya dinantikan masyarakat. Pakemnya tetap disajikan dikombinasikan banyolan sesuai dengan keadaan sekarang baik problema sosial, politik dan urusan paling spesifik terhadap Tuhan.

Kehadiran anak muda berkimprah kesenian wayang masih bisa dihitung dengan jari. Kemampuan mendalang tidaklah mudah, biasanya kemampuan tersebut berasal dari keturunan dan faktor lingkungan dan dukungan keluarga. Disamping itu, anak-anak muda berpendapat mendalang hanya digeluti kaum tua. Jika ditelisik jurusan dalang di kampus ISI Denpasar paling rendah peminat ketimbang jurusan lainya.

Berbeda dengan sosok pemuda asal Nusa Penida, mendalang adalah berkesenian mulia mempersembahkan kepada masyarakat dan Tuhan sekaligus. I Dewa Ketut Wicaksandita dalang muda dengan berbagai prestasi, sejak masih kecil tampil berbagai kompetisi mendalang sudah tidak terhitung lagi jumlah prestasinya salah satu diantaranya yang paling berkesan menjadi 5 besar dalang Cilik Nasional yang diselenggarakan oleh SENAWANGI dan PEPADI pusat di Jakarta, sebagai duta Provinsi Bali & peserta dalam Festival Dalang Remaja Nasional rentang th 2010 duta Provinsi Bali.

Kiprah mendalangnya bermula dari tahun 2006 ketika Klungkung membutuhkan dalang cilik. Kebetulan ayahnya I Dewa Ketut Wicaksana mendengar info tersebut dari Disbudpar. Maka disarankanlah ia untuk mencoba ngewayang. Pada saat itu ia kelas 5 SD berkompetisi dengan anak lainya. Padahal pada masa itu, ia lebih suka mengarah melukis, pramuka dan paskibra. Bergutat pada kegemarannya itu, ayahnya mengawali mengarahkan bakatnya mendalang. Namannya anak-anak saat itu iming-imingin 'kalo ngewayang bisa beli mainan'. Ia terbawa rayuan dan pada akhinya terbujuk melakoni. Dalang yang berperan besar atas pijakan awal sosoknya dalam ngewayang adalah Mangku Made Lamu. Selain itu, putranya yang kala itu kuliah pedalangan di ISI Denpasar bernama I Wayan Mulyana mendukung secaca teknis kemampuan dalam bermain wayang.

Sejak kiprah pertama tahun 2006 di PKB, ternyata membuat nama dan popularitas muncul, ditanggaplah ia untuk mementaskan " wayang lemah " di berbagai tempat. Sampai beberapa event pentas wayang baik formal (lomba-festival) maupun informal (ngayah) yang diadakan dari tingkat regional sampai nasional. Tak lama berselang ketertarikan dan kiprah di dunia pedalangan/pewayangan menuntun saya menggali ilmu lebih dalam di SMK N 3 SUKAWATI (KOKAR/SMKI) jurusan Pedalangan. Relasi seni yang banyak membuka matanya akan langkahnya orang yang mau belajar ngewayang secara akademis. Hal tersebut memacu dirinya untuk terus melakoni dunia pedalangan dan mempelajari aspek2 teknis (pementasan, wayang, cara bermain (segala unsur estetik)).

Pementasan pertama dengan lakon "Guru Susrusha" yang diambil dari serta cerita Dewa Ruci menjadi pementasan pertama yang dirancang dengan setting dan proses akademis berjenis pertunjukan konvensional dengan konteks ujian akhir karya. Namun dunia pedalangan tidak membuatnya melepas hoby terdahulu sampai dalam menekuni pedalangan.

Wicak sempat digaet untuk membina pramuka di tempatnya SD 1 Sumerta selama berapa waktu. Dialur prestasi mendalang ia

sempat mewakili SMK N3 Sukawati menjadi salah satu dari pasukan Paskibaka Gianyar tahun 2012 (di gianyar (Paskab). Selanjutnya ia meneruskan kiprah mendalang melalui formalistas pendidikan di ISI Denpasar, dengan menekuni bidang Pedalangan (pengkajian), akhirnya mengajaknya menyelami dunia kajian seni dengan berbagai metode dan teori kajian didalamnya. Selama 4 tahun perkuliahan, dunia pedalangan sempat memberi kesempatan untuk berangkat menempuh pendidikan selama satu semester di Malaysia dalam rangka Asean International Mobility for Student (AIMS) oleh Dirjen Dikti. Akhirnya 4 tahun genap berselang dirampungkanlah skripsi yang menjadi tugas akhir , kelulusan dengan predikat "dengan pujian" tidak membuat ia berbesar kepala, sebaliknya beban tanggungjawab akan predikat tersebut.

Iapun sadar akan kurangnya skill dan pengetahuan di bidang seni (pedalangan) maka diputuskan untuk melanjutkan lagi studi S2 minat pengajian di ISI Denpasar pula. Adapun kegiatan yang menyibukkannya sembari mengisi perkuliahan mulai mengajar privat gender ke berbagai tempat dan di tempat latihan sendiri, kegiatan seni di adat, dan lainya.

Berkiprah mendalang tentunya memiliki tokoh dalang sebagai panutan. Tokoh yang dimaksud tidak lainya adalah ayah dan ibunya sendiri, dimana ayahnya yang merupakan dosen pedalangan telah acap dan mengetahui serta menekuni dunia pedalangan sejak masih muda hingga sekarang, walau beliau jarang pentas pengetahuan dan kiprah praktisi dan akademisi yang dimiliki seimbang.

Sosok ayahnya konsen menyumbangkan bagi kepentingan kelestarian dunia pedalangan dan pewayangan bali. Sementara ibu Jro Ketut Wikanti yang juga merupakan dalang wanita juga dulu sempat mengenyam pendidikan pedalangan di (SMKI) 1 angkatan dengan ayahnya. Dengan pengalaman mendalang orang tua dapat memberikan wejangan-wejangan dan tata prilaku yg umumnya tidak dapat diberikan oleh ibu lainnya. Selain dari kedua orang tua terdapat pula sesepuh dalang asal Desa Bona, Gianyar: I Made Sija dan sesepuh dalang asal Sukawati Gianyar: I Wayan Wija, juga Dalang Sesepuh yg merupakan Guru tyg di SMKI: I Made Persib, serta dalang kawakan asal Belayu: I Wayan Nardayana (Cenk Blonk) dan lainya.

Wicak berpandangan bahwa bukan bagaimana dunia pedalangan mendukung tapi bagaimana si dalang mau berkembang dan berkiprah kembali kepada dalangnya. Ia termotivasi dari keluarga yang juga keturunan dalang. " merasa punya tanggung jawab moral untuk melanjutkan kiprah dan jalan yang diberikan oleh Ide Nak Lingsir. Apapun jadinya saya dalam prosesnya bukan bagaimana menjadi tenar mendalang seperti beliau-beliau, karena ketenaran memiliki tempat dan masanya. Maka dalam masa saya mengikuti arahan kedua orang tua dan minat pada akhirnya membawa ke luasnnya samudra ilmu pedalangan/pewayangan yg tidak akan habis untuk dipelajari, " bebernya.

Berikut prestasi yang dipernah diraihnya lengkapnnya diantaranya :

1. Dalang Cilik duta kab klungkung th 2006

2. Juara 1 Dalang Cilik HUT Bali TV 2009

3. 5 besar dalang Cilik Nasional yg diselenggarakan oleh SENAWANGI dan PEPADI pusat di Jakarta, duta Prov Bali

4. Peserta dalam Festival Dalang Remaja Nasional rentang th 2010 duta Prov Bali

5. Pentas wayang dgn lakon sutasoma di RRI Dps th 2008

6. Juara 2 lomba wayang Ramayana Remaja, PKB 2015 duta Kab Klungkung

7. Ngayah wayang lemah di Pura Karang Jangkong Lombok, th 2009

8. Ngayah wayang lemah di Pura Penataran (Semarang) 2008.

9. Dalang fragmentari Ramayana Patih Sukasrana duta Kab Klungkung. PKB 2016.

10. Dalang fragmen ogoh2 juara 3 duta Kec Nusa Penida dlm menyambut hari raya nyepi di Klungkung.

Kiprah mendalang hingga dikenal, Wicak merasa tidak jumawa atas prestasi melainkan tetap belajar dan belajar pada dalang senior yang dijumpai saat ngayah diberbagai tempat. Memegang teguh prinsip mengkuti kata hati memperkokoh karekteristik seorang Wicak. Mengimbangi diselah-selah mendalang mengusir kejenuhan dengan plesiran, nonton tv dan bukan acara alay & membaca buku. Problem yang dihadipi adalah ngga pede akan diri, ia justru terbalik dari pandangan itu menghilangkan malu berkomunikasi didepan publik. Biarkan saja orang bilang gila yang terpenting disini bagi wicak gila akan berkesenian. " Jangan diam atau purak-purak malu mempelajari ketika punya alat wayang dan perangkat pengiringnnya.Tetap semangat dan lakukan pelestarian wayang dengan cara kita sendiri, " pesanya pemuda kelahiran Jogjakarta, 20 Maret 1995.

Suka dukanya berjalan bersamaan dengan pengalaman-pengalamannya. Pernah suatu ketika pementasan diguyur hujan dan batal pementasan tersebut melibatkan banyak crew tepatnya dalam rangka pentas bulanan di monumen Klungkung, adapula hal cukup menggagu umumnya gara-gara ketika ngewayang serius (nyantep) tangannya terkena minyak tumpahan blencong (lampu), tetapi tak jarang terdapat pula hal menyenangkan ketika tidak sengaja ide dalam beretorika muncul dan audiesi menanggapi dengan antusias bahkan mengapresiasi.

"Sebagaimana tipe berkesenian ala saya, salah satunya belajar ngewayang dengan cara melestarikan wayang dengan cara kita masing-masing. Tentu sangat ada keinginan untuk dapat berkiprah secara totalitas seperti beliau (Sujiwo Tejo) tetapi untuk sementara ini, aktivitas kampus dan sosial yang membatas lebih berfokus pada bebepara hal yang dapat dijangkau waktu, tempat dan keadaan, masih belum mengizinkan menggarap garapan model Sujiwo Tejo. Semoga suatu ketika dapat tercapai, " angannya.*
Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.